Monday, February 18, 2013

Pengukuran Kinerja Berbasis Risiko (Risk Adjusted Performance Measurement)

Pendekatan dalam praktek manajemen risiko telah memasuki era baru. Pada awalnya manajemen risiko dilakukan suatu pendekatan parsial pada masing-masing unit dalam perusahaan (silo-approach), kini telah menggunakan metode yang terintegrasi secara enterprise-wide atau dikenal dengan Enterprise Risk Management (ERM).

COSO (2004) mendefinisikan ERM dalam konteks yang luas dalam suatu organisasi sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personal, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.” Dari definisi ERM menurut COSO tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu tujuan ERM adalah untuk menyediakan suatu keyakinan yang logis dalam pencapaian tujuan dari sebuah organisasi. Definisi ERM menurut COSO tersebut dapat dilengkapi oleh suatu definisi ERM menurut Chapman (2006), bahwa ERM adalah “a comprehensive and integrated framework for managing company-wide risk in order to maximize a company’s value.”
Dari kedua definisi tersebut, dalam konteks sebuah perusahaan dapat ditarik suatu intisari, bahwa Enterprise Risk Management merupakan metode komprehensif dan terintegrasi dalam mengelola risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan untuk memberikan keyakinan yang logis bagi pencapaian sasaran strategis perusahaan. Tujuan utama dari ERM adalah untuk menciptakan nilai tambah (added value) yang maksimal bagi shareholder perusahaan tersebut.



Dalam dekade terakhir, seperti yang diutarakan oleh Gerhard (2002), telah nampak suatu kondisi bahwa salah satu sumber pengendalian atas perusahaan berasal dari pasar, yaitu para investor khususnya kelompok pemegang saham. Kinerja penciptaan nilai tersebut menjadi suatu tolak ukur kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Jajaran manajemen dituntut untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan guna memenuhi ekspektasi para pemegang saham, bahkan diharapkan dapat memberikan nilai tambah dibandingkan dengan ekspektasi tersebut.

Dari sudut pandang para shareholder, ekspektasi nilai perusahaan tercermin dari seberapa besar imbal hasil yang diharapkan dari uang yang dibelanjakan untuk kepemilikan saham dan tentunya disesuaikan dengan risiko yang harus ditanggung atas kepemilikan saham tersebut. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi imbal hasil yang diharapkan. Oleh sebab itu, modal yang ditanamkan pada suatu perusahaan senantiasa diiringi dengan ekspektasi imbal hasil yang lebih tinggi daripada simpanan yang memiliki risiko rendah, seperti Tabungan atau Deposito di bank. Ekspektasi inilah yang menjadi tantangan bagi para jajaran manajemen perusahaan untuk memenuhi bahkan menciptakan nilai tambah bagi para shareholder. Salah satu ukuran yang dapat digunakan adalah dengan cara melihat apakah imbal hasil yang diciptakan oleh perusahaan telah melebihi nilai yang diharapan shareholder atau belum. Apabila imbal hasil yang diciptakan telah melebihi harapan shareholder, berarti kinerja perusahaan telah berhasil memberikan nilai tambah bagi shareholder atau Economic Value Added (EVA).

Saat ini terdapat berbagai macam metode dalam pengukuran kinerja perusahaan. Prokopczuk, dkk. (2004) membagi metode pendekatan dalam pengukuran kinerja menjadi dua kelompok besar, yaitu metode pengukuran kinerja berbasis data akuntansi (accounting-based performance measurement) dan metode pengukuran kinerja berbasis risiko (risk-based performance measurement). Pengukuran kinerja berbasis data akuntansi baik RoI maupun RoE memiliki keterbatasan, yang mana keduanya tidak menangkap aspek risiko di dalam perhitungannya, sehingga belum dapat merefleksikan kinerja secara riil. Berbeda dengan accounting-based performance measurement, pengukuran kinerja berbasis risiko selain memakai data akuntansi juga melakukan penyesuaian (adjustment) dengan memperhitungkan aspek risiko. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa risiko yang melekat pada bisnis yang berbeda, memiliki karakteristik yang berbeda pula, sehingga risk-adjustment akan menghasilkan perhitungan yang lebih realistik sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.


Dalam sebuah ilustrasi sederhana, perbandingan antara dua buah portofolio investasi yang berbeda. Kedua investasi ini memiliki volume dan imbal hasil yang sama. Apabila pengukuran kinerja dilakukan hanya menggunakan RoI atau RoE, maka keduanya akan memiliki kinerja yang terlihat sama. Namun bagaimana apabila ternyata tingkat risiko dari kedua portofolio investasi ini berbeda. Hal ini jelas tidak mencerminkan hal yang sebenarnya. Seharusnya, dari pandangan seorang investor, dengan tingkat return yang sama portfolio investasi dengan risiko yang lebih rendah akan mencerminkan kinerja yang lebih baik dari pada portofolio investasi dengan tingkat risiko yang lebih tinggi. Dengan kata lain, portfolio investasi dengan risiko yang lebih tinggi seharusnya memiliki return yang lebih tinggi pula. Dengan metode pengukuran kinerja yang memperhitungkan aspek risiko atau Risk-Adjusted Performance Measurement (RAPM), pengukuran kinerja perusahaan diharapkan menjadi lebih mecerminkan kondisi yang sebenarnya.

Save the earth for our inheritors: do not print unless necessary.

Image taken from: http://jeffsokolmlmtraining.com/2011/09/25/performance-incentives-how-to-give-away-free-vacations-to-build-your-business/

0 comments:

Post a Comment

Visitors are coming from

free counters

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys