Membaca kisah Nabi Nuh AS yang terdapat dalam Alquran, Injil (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), ataupun buku-buku yang membahas seputar banjir besar di zaman Nabi Nuh itu, sangat menarik untuk dikaji secara mendalam. Kisah-kisah itu merupakan gambaran tentang peristiwa masa lalu dan harus dijadikan pelajaran bagi umat manusia masa kini.
Dalam Alquran, kisah Nabi Nuh AS dibahas dalam beberapa surah, di antaranya surah Al-Ankabut [29]: 14-15, Nuh [71]: 1-28, Al-Mu'minun [23]: 23-41, Huud [11]: 25-46, Asy-Syuara [26]: 105-122, Al-A'raf [7]: 59-69, dan Yunus [10] : 71-74.
Sementara itu, dalam Bible (Injil), kisah serupa juga terdapat dalam Genesis 6:15, 7:4-7, 8:3-4, dan 8:29. Begitu pula, dalam Mitologi Sumeria, Mitologi Akkadia, Mitologi Babilonia, serta Kebudayaan India, Wales, Lithuania, dan Cina.
Dari kisah Nabi Nuh AS itu, setidaknya ada dua persoalan besar yang hingga kini masih menjadi kontroversi di kalangan ulama, peneliti, serta pemerhati sains dan teknologi.
Kedua persoalan besar itu adalah apakah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia (banjir global), atau hanya lokal (di wilayah Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya).
Persoalan kedua, apakah hewan yang naik ke kapal (bahtera) Nuh itu diikuti oleh seluruh hewan yang ada di dunia, ataukah sebagian saja, yakni hewan-hewan yang ada di wilayah dakwah Nabi Nuh AS.
Tak mudah menjawab kedua pertanyaan itu. Sebab, untuk membedah permasalahannya secara lengkap, dibutuhkan data-data empiris dalam berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi, sejarah, astronomi, geografi, termasuk keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab agama.
Yang sudah sangat jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh itu dipercaya telah ditemukan, tepatnya di atas Gunung Ararat di perbatasan antara Turki dan Iran pada ketinggian sekitar 2.515 meter di atas permukaan laut (dpl) pada 11 Agustus 1979.